Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Orang boleh bermimpi. Apa saja. Baik yang beneran atau hanya tamsilan. Toh hanya mimpi. Tidak menganggu. Dengan catatan, selama ia masih di alam mimpi. Bukan realita. Dan izinkan saya menceritakan sebuah mimpi, yang saya tuai beberapa waktu yang lalu. Mungkin sebentuk kerinduan. Atau kegetiran. Wallahu a’lam. Karena dalam mimpi itu saya melancong ke suatu negara. Padahal, senyatanya belum pernah menginjakkan kaki di negeri itu. Jadi kalau ada yang tidak sesuai, salah tempat dan waktu, mohon dimaklumi. Ini hanya mimpi. Tak lebih. Barangkali ada manfaatnya. Jika tidak, anggaplah sebagai pengantar tidur.
Mimpi itu bermula, tatkala pintu kamar saya diketuk. Saya membukanya. Dan tiga orang berjubah hitam tampak di depan pintu. Saya kaget. Apa salah saya, sampai orang-orang dari pengadilan datang kemari? Bukan. Ternyata, mereka orang-orang dari suatu komunitas, di tangan mereka bukan kitab undang-undang, melainkan kitab sucinya.
Mereka mengajak saya bergabung. Disuruhnya saya membaca kitab tersebut. Buat mereka, kitab harus dibaca, sebab dunia ini rusak karena orang tak lagi membacanya. “Di dalam kitab ini, kunci keselamatan ditemukan,” kata salah seorang dari mereka. Saya jadi takut. Keadaan kelihatannya genting.
Selesai itu, saya diajak teman ke sebuah masjid. Mereka mengenakan sepatu (nguzah) waktu salat. Biasanya, selesai salat, tiap jemaah dibagikan tasbih. Tampaknya, ada petugas yang khusus membagikan. Suasananya enak. Tenang sekali buat berzikir. Tiba-tiba, seorang berjubah menjawil. “My brother, where are you from?” tanyanya. “Indonesia.” Diajaknya saya bicara. Semangat brotherhood-nya besar. Bagi brother ini, dunia juga rusak, karena orang terlalu mementingkan materi. Misi yang dibawanya adalah “berjuang” mewujudkan tatanan Islami. Ia mengatakan, Islam itu sempurna. Paling sempurna. Dan, mudah. Sejauh orang menuruti jejak Kanjeng Nabi, hidup sudah beres. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda:
” الإسلام يعلو ولا يعلى عليه ” .
“Islam itu luhur dan tidak ada yang melebihi keluhurannya”. (HR Al-Bukhary)
Di sana banyak saya jumpai brother lain. Semangat mereka hebat dalam mengajak orang Islam untuk menjadi lebih Islam. Mereka fundamentalis. Pandangan mereka juga simplistik. Kata-kata kunci mereka mudah diingat: dunia sudah rusak, muslim lain hanya sekumpulan orang saja. Tidak sempurna keislaman kita kalau kita tak berjubah dan berjenggot seperti mereka. Jadi, jubah dan jenggot merupakan ukuran puritansi.
Mimpi berlanjut. Ketika pulang mau istirahat di kamar, pintu saya diketuk lagi. Datanglah orang-orang berjubah dan berjenggot lain lagi. Bagi mereka, dunia juga sudah rusak, karena kita kena penyakit “cinta dunia”. Menurut mereka, sakit itu bisa diobati dengan tatanan Islami. Macam apa? Seperti contoh Kanjeng Nabi. Bagi mereka, jenggot dan jubah juga simbol keislaman. Mutlak. Tidak boleh tidak.
Saya bersyukur itu hanya mimpi. Seandainya kejadian nyata, bisa jadi saya terpengaruh dan emosi dibuatnya. Bisa seperti ungkapan: esok dele, sore tempe. Bagaimana tidak? Sebab saking kuatnya ajakan dan godaan, yang bertubi-tubi. Alhamdulillah, itu hanya mimpi. Namun, dari mimpi itu ada dua hal menarik yang selalu menghantui pikiran saya. Sebagai perkeling, sebagai nasehat, sebagai penyemangat. Pertama, gak di mimpi, gak di dunia nyata, di mana-mana, orang bicara bahwa “dunia sudah rusak”. Berarti memang benar adanya, walau dibalut dengan kata maju dan modern. Bahkan dengan istilah yang lebih cakep lagi seperti futuristik dan era 4.0. Apapun, ini persis seperti yang diwanti-wanti Kanjeng Nabi SAW berabad-abad yang lampau, dengan istilah sederhana wahn. Yaitu, ketika kehidupan merangkak dengan jiwa-jiwa yang terjangkit penyakit cinta dunia dan takut mati.
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya, ”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai buih yang dibawa oleh banjir air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud)
Kedua, di mana-mana, orang bicara puritansi. Gak di mimpi, gak di dunia nyata; jubah dan jenggot menjadi trending topiknya. Sekarang hampir bisa kita temui di mana-mana. Mereka lupa membedakan agama dari kebudayaan Arab dan Islam dicampur-aduk. Dikiranya, baru sah Islam kita kalau kita sudah “Arab”. Mereka menolak iman yang tidak tampil dalam “wajah” Arab. Repot bukan? Dalam hal ini saya teringat Sang Guru Bijak. Dia mencontohkan begitu paripurna. Tidak memaksa cara berpakaian harus berjubah. Yang penting tetap syari’e. Dalam prakteknya pun mengagumkan. Kadang beliau tampil dengan jubah lengkap dengan serban seperti seorang Arab. Kadang pakai jas, bersongkok. Kadang gundulan berbalut pakaian casual. Batik pun oke. Lain waktu pakai sarung ala pesantren konvensional. Kadang campuran, pakai sarung dengan serban. Atau sarung dengan jas. Tidak pernah mempermasalahkan jenggot sebagai symbol keimanan. Yang penting hati dan amalannya. Rasulullah SAW bersabda,
ليس الإيمان بالتمني ولا بالتحلي ولكن هو ما وقر في القلب وصدقه العمل
“Iman itu bukanlah angan-angan dan bukan pula perhiasan lahir, akan tetapi keyakinan yang tertanam dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan.” (HR Ad-Dailami)
Saya orang yang jarang bermimpi. Maka tatkala bisa mendapatkan mimpi, layaknya durian runtuh. Sebuah anugerah yang luar biasa. Apalagi jika mimpinya itu mimpi yang baik, mengandung intisari nasehat. Mimpi yang indah, yang mengantar kepada jalan-jalan spiritual yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Sebab di saat-saat begini, bukan jubah dan jenggot yang saya butuhkan, melainkan rasa rindu bertemu dengan Sang Kekasih hati – Ilahi robbi. Dan terwujud nyata, sehingga semakin ringan beban diri ini menanti saat perjumpaan nanti. Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَ « لَيْسَ كَذَلِكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ »
“Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu kami semua takut akan kematian.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas bersabda, “Bukan begitu maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685).
Untuk itu, semoga di sisa umur ini masih bisa bermimpi. Dan berani bermimpi. Untuk naik ke tangga yang lebih tinggi. Dengan atau tanpa jubah dan jenggot. Allah Maha Mengerti.
Alhamdulillahi jaza kallohu khoiro, nasehat sangat bermanfaat pada kami karena sekarang Islam hanya penampilan luarnya saja jubah jenggot, lagu,, lomba dll. Semoga bisa kami tanamkan kepada anak, generasi penerus kita
amin
Jazakallahu khoiro pak..
Menulisny di getok tularkan ke generusnya juga pak
Muga allah paring barokah
nice sharing.
ajkk
Alhamdulillah jazakallhuhoiro p .nasehat yg menyentuh.dibalik firalnya jenggot dan jubah.yg ternyata jubah dan jenggot hanya budaya islami.tdk ada jaminan surga dan selamat dr neraka dengan berjenggot dan berjubah.