Jakarta – Bagi setiap orang tua, peralihan seorang anak menuju remaja awal merupakan masa perubahan yang penting dari segi fisik, sosial dan psikologi. Disinilah orang tua berperan sebagai pendukung utama dalam perkembangan kepribadian pada masa pencarian dan pembentukan identitas diri.
Terkait hal ini, DPD LDII Jakarta Barat berkesempatan mengadakan workshop parenting sebagai bentuk dukungan secara psikologi untuk mengetahui karakteristik remaja pada Minggu (14/01) lalu. Nana Maznah, pakar psikologi yang menjadi pembicara hari itu mengatakan, “Perubahan remaja bersifat universal sehingga orang tua harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup untuk dapat menerima, mengerti dan memahami keadaan tersebut.”
Sebab seiring berjalannya waktu, kecenderungan emosi, berubahnya minat, dan kelakuan pada remaja menyebabkan mereka juga mengalami masa social hunger yang ditandai dengan keinginan kuat bergaul dan diterima di lingkungan tempat bergaulnya.
Nana memaparkan bahwa hal ini terjadi pada fase awal perubahan remaja dengan kecenderungan perilaku yang sering berubah. Keadaan perubahan perilaku di lingkungan luar tempat tinggal atau keluarga juga cenderung berpengaruh lebih besar pada perkembangan kepribadian, tergantung pada baik atau tidaknya.

Peran orang tua untuk memberi pengalaman harus lebih besar untuk diterima dan mendorong rekam otak remaja agar naluri postif dapat diterima kemudian potensi diri atau bawaan dapat dikelola dengan baik. Masalahnya, perkembangan kepribadian dalam membentuk identitas diri seorang remaja sering mengalami masalah.
Jika pada fase ini tidak dapat dikendalikan orang tua dengan memberi pengetahuan dan perilaku yang sesuai, maka perkembangan proses menjadi dewasa terhambat sehingga pada masa dewasa mengalami penghambatan proses berfikir atau tidak berkembang. Pada tahap ini juga, mereka akan berusaha mencari atau membangun pikirian untuk menjelaskan siapa dirinya. “Karena itulah, proses mendengarkan sebaiknya dilakukan orang tua untuk bisa memahami pembentukan personal fable seorang anak,” jelas Nana.
Penyebab masalah atau kenakalan pada remaja terjadi karena perubahan biologis dan sosiologis yang memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi, yaitu perasaan akan konsisten dalam kehidupannya dan tercapainya identitas peranan. Maka dari itu kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja.
Ini sangat di perlukan supaya dapat menekan kondisi psikologis anak ketika dalam situasi sulit atau bermasalah yang menyebabkan anak tersebut stres. Ketika anak mengalami kecenderungan menghadapi masalah yang berlebih maka pola pikirnya bahkan kondisi fisiknya akan berubah. Respon anak terhadap situasi sulit diawali dengan penolakan keras yang menyebabkan amarah muncul.
Setelah amarah muncul rasa menyesal yang di akhiri dengan kondisi depresi pada anak. Walau begitu, tidak semua proses tersebut ada secara berurutan bahkan beberapa proses mengalami pengulangan karena itu proses ini butuh penghayatan personal lebih. Agar anak dapat melalui situasi mereka harus memiliki strategi untuk mengelola stres.
Pada kondisi ini Psychology First Aid (PFA) dilakukan sebagai tindakan awal untuk mengatasi situasi sulit seorang anak. “Tujuan dari PFA adalah mengurangi dampak psikologis yang lebih buruk, mempercepat proses pemulihan agar kesejahteraan psikologis anak tetap terjaga,” kata Nana.
Faktor utama dari dari sebuah masalah pada awal remaja adalah pola asuh dan dukungan dari orang tua. Orang tua sekarang mungkin dapat memahami dan berkomunikasi dengan lembut anaknya yang menginjak remaja. Bukan memberikan kebebasan berlebih pada anak khususnya pada sebuah gadget.
Anak sekarang lebih sulit di pahami dan mengerti dalam bertindak karena sudah ada gadget yang mereka anggap lebih penting dalam memahami diri mereka sendiri. Perilaku tersebut dapat membuat sang anak jauh dari kata rasa aman.(dyahayu/khoir/lines)