Jakarta (28/5). DPP LDII menggelar sosialisasi pengukuran arah kiblat untuk masjid-masjid yang bernaung di bawah LDII se-Indonesia, untuk memperingati “Rahshdul Qiblah atau Hari Sejuta Kiblat”. Acara tersebut dilaksanakan di Pondok Pesantren Minhajurrosidin, Jakarta Timur, Senin (27/5).
Hari Sejuta Kiblat itu diinisiasi Kementerian Agama (Kemenag) RI sebagai upaya meningkatkan pemahaman arah kiblat dan cara menentukan kiblat. Menurut anggota tim Rukyat Hilal DPP LDII, Budi Raharjo, rahshdul qiblah merupakan fenomena alam yang hanya terjadi dua kali dalam setahun, “Tepatnya pada Bulan Mei dan Juli, yaitu saat matahari tepat lurus di atas Kabah, sehingga bayangan suatu benda tegak lurus mengarah kiblat,” tutur Budi.
Menurutnya, pada saat itulah merupakan waktu yang tepat untuk mengukur kembali arah kiblat, “Untuk mengukurnya posisi matahari harus tepat, sebab saat matahari melintasi Kabah, ada ambang batas waktunya. Kalau di Mekkah sekarang pada pukul 12.18 Waktu Arab Saudi, kalau di Indonesia wilayah barat 16.18 WIB dan wilayah tengah 17.18 WITA,” jelasnya.
Dalam sosialisasi tersebut, Budi menjelaskan terdapat dua metode yang digunakan untuk menentukan arah kiblat, yaitu Rahshdul Qiblah dan Sun Compass, “Setelah kami menggunakan metode rahshdul qiblah yaitu presisi bayangan matahari pada sudut 90 derajat, kami cek kembali dengan aplikasi sun compass yang ternyata hasil akurasinya sama. Untuk itu, kedua metode ini saling berhubungan dan memperkuat satu sama lain,” tambah Budi.
Lebih jelas Budi mengatakan, untuk menggunakan metode rahshdul qiblah beberapa memerlukan dua penggaris siku-siku. Penggaris pertama ditegakluruskan sesuai titik bayangan matahari, kemudian penggaris kedua untuk presisi sudut 90 derajat dari bayangan penggaris pertama dengan cara diletakkan tepat pada bayangan tersebut, dan ini juga untuk menentukan posisi imam salat.
Kemudian, penggaris pertama digunakan kembali untuk mengukur kesejajaran posisi makmum dengan imam salat. Lalu diperlukan juga sebuah bandul yang berfungsi untuk membantu titik kemiringannya sebab jika keliru sedikit saja dapat mempengaruhi jarak dengan Kabah.
Menurut Budi, metode tersebut direkomendasikan pula oleh Nahdlatul Ulama (NU). Penggunaan aplikasi Sun Compass memungkinkan menunjuk arah lurus ke Multazam, yaitu daerah yang berada di tengah-tengah antara sisi kiri pintu Kabah dan Hajr Aswad.
Budi juga mengatakan, peringatan Haris Sejuta Kiblat ini memudahkan masyarakat, khususnya warga LDII dalam menentukan arah kiblat, “Arah kiblat tidak selalu mengarah barat, mungkin bisa ke arah timur atau selatan. Sebab hal tersebut mengikuti arah pergeseran matahari, sehingga diperlukan cara pengukuran arah kiblat seperti ini dengan metode yang telah ditetapkan,” imbuhnya.
Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama Kemenag dengan seluruh ormas Islam, untuk meningkatkan kekhusukan umat Islam dalam beribadah. Sekaligus menjadi momentum berpartisipasi memecahkan Rekor MURI mengukur arah kiblat secara mandiri, mulai dari masjid, mushola, rumah, serta tempat kerja. (Eva)