PILIHAN PERJALANAN HAJI: ANTARA MASYIAN (JALAN KAKI) VERSUS ROKIBAN (BERKENDARAAN)
Bagi jama’ah calon haji (JCH) yang datang ke Mekkah, kedatangan tanggal 8 Dzulhijjah berarti waktunya bersiap-siap untuk melaksanakan rangkaian ibadah utama yang berkaitan dengan ibadah haji. Besoknya pada tanggal 9 Dzulhijjah merupakan hari pelaksanaan Wukuf di Arofah, sebagai penentu apakah haji yang dilaksanakan pada tahun itu berhasil dilaksanakan atau tidak. Jama’ah calon haji yang tidak berhasil melaksanakan Wukuf di Arofah berarti tidak dapat melaksanakan hajinya karena keberhasilah melaksanakan haji ditentukan oleh keberhasilan JCH melakukan Wukuf di Arofah. Rangkaian kegiatan ibadah setelah Wukuf selanjutnya adalah: mabid di Muzdalifah, melempar Jumroh Aqobah, thowaf ifadhod, mabid di Mina, melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah pada tanggal 11, 12 (nafar awal), dan 13 Dzulhijjah (nafar akhir). Pertanyaannya, bagaimana JCH akan melakukan rangkaian ibadah tersebut? Dalam hal ini, ada dua pilihan untuk melakukannya, yaitu melakukannya: (1) dengan jalan kaki atau yang dikenal dengan istilah Masyian atau Tanazul atau (2) dengan naik kendaraan atau yang dikenal dengan istilah Rokiban.
Haji Masyian dipilih oleh JCH karena berharap untuk mendapatkan pahala yang besar dari kegiatan Haji Masyian, sebagai tambahan dari pahala melakukan ibadah haji sendiri, antara lain: setiap langkah kaki selama berjalan kaki dalam Haji Masyian akan mendapatkan satu kebaikan dan menghapuskan satu kejelekan (dosa). Dalam prakteknya Haji Masyian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(1) Skenario perjalanan masyian pada prinsipnya berjalan kaki dari Mekkah sampai kembali ke Mekkah, yang secara garis besar dimulai dengan berjalan kaki berangkat menuju Arofah, Wukuf di Arofah, berjalan kaki menuju Muzdalifah dan Mabid di Muzdalifah, berjalan kaki menuju jamarot untuk melempar Jumroh Aqobah, dan terakhir berjalan kaki menuju ke Masjidil Harom, Mekkan untuk melakukan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh. Secara detil, rangkaian perjalanan Haji Masyian disajikan dalam beberapa poin berikut.
(2) Pada tanggal 8 Dzulhijjah berjalan kaki dari Mekkah menuju ke Arofah dengan jarak kira-kira 15 km. Diperkirakan akan sampai di Arofah pada tengah malam atau dini hari tanggal 9 Dzulhijjah (tergantung waktu berangkat dari Mekkahnya). Pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah Dhuhur sampai dengan sore menjelang Waktu Sholat Maghrib, melakukan Wukuf di Arofah.
(3) Selesai Wukuf di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah masuk waktu Sholat Maghrib – perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Muzdalifah (dengan jarak sekitar 6-9 km) dan mabid di Muzdalifah hingga waktu Sholat Shubuh pada tanggal 10 Dzulhijjah.
(4) Setelah Sholat Shubuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju ke lokasi jamarot untuk melempar Jumroh Aqobah. Diperkirakan sampai di lokasi Jumroh Aqobah pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah.
(5) Setelah melempar Jumroh Aqobah pada waktu dhuha, segera lukar dengan terlebih dahulu mencukur atau memotong rambut sebagai syarat untuk membatalkan JCH dari larangan ihrom (tetapi tidak harus cukur gundul dulu, bisa dilaksanakan belakangan!). Jika memungkinkan, dari lokasi Jamarot segera menuju ke Masjidil Harom, Mekkah dengan berjalan kaki untuk melaksanakan Thowaf Haji yang digabung sekalian dengan Thowaf Ifadhoh. Sebagai alternatif, sehabis melempar Jumroh Aqobah JCH dapat langsung menuju ke lokasi tenda di Mina yang telah disediakan oleh maktab dan beristirahat satu malam di tenda.
(6) Bagi JCH yang memilih langsung ke Masjidil Harom untuk melakukan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh, sebaiknya mengantisipasi kepadatan JCH yang ada di Mekah, terutama jika JCH harus menggunakan kamar mandi untuk keperluan mandi, buang air besar/kecil, atau mensucikan diri dari Najis yang terkena pada badan atau pakaian selama perjalanan. Sesudah melempar Jumroh Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah tersebut, biasanya banyak sekali JCH yang datang ke Masjidil Harom untuk melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh dan mereka akan mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu di kamar mandi masjid.
(7) Bagi JCH yang memilih melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh sesudah melempar Jumroh Aqobah, harus diantisipasi agar segera kembali ke Mina dan sebelum waktu Sholat Maghrib atau maksimum sebelum waktu Sholat Isya sudah sampai kembali ke Mina (tanah halal). Bagi yang sudah tidak kuat lagi berjalan, bisa menyewa kendaraan untuk kembali menuju ke Mina karena kegiatan Haji Masyian selesai dengan telah melakukan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh. Sesudah melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh, JCH sudah bisa naik kendaraan ke mana saja (tidak perlu berjalan lagi!).
(8) Bagi JCH yang memilih untuk langsung ke tenda di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka ada beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh JCH untuk melanjutkan kegiatan ibadahnya, yaitu:
(a) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 11 Dzulhijjah dan pada waktu sebelum Sholat Maghrib harus sudah kembali ke lokasi Jamarot untuk melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan).
(b) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 12 Dzulhijjah sesudah melempar pada hari kedua untuk Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan dilakukan sesudah waktu Sholat Dhuhur). Dalam hal ini JCH dapat mengambil nafar awal, sehingga sehabis Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh dapat langsung kembali ke hotel/pondokan di Mekkah.
(c) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 13 Dzulhijjah sesudah melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan dilakukan sesudah waktu Sholat Dhuhur) pada hari ketiga. Dalam hal ini JCH dapat mengambil nafar akhir, sehingga sehabis Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh dapat langsung kembali ke hotel/pondokan di Mekkah.
(9) Selama Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijah), JCH tetap harus mabid di Mina di waktu malam hari dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah pada waktu sehabis sholat Dhuhur. Bagi yang mengambil Nafar Awal maka kegiatan mabid dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah hanya dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah saja dan harus sudah keluar dari Mina sebelum waktu Sholat Maghrib sedangkan yang memilih Nafar Akhir maka kegiatan mabid dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Haji Rokiban dipilih oleh JCH karena tidak mampu melakukan Haji Masyian dan sekaligus memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Saudi Arabia bagi JCH. Bagi yang melaksanakan Haji Rokiban maka pahala melakukan ibadah haji yang akan didapatkan. Dalam prakteknya Haji Rokiban dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(1) Skenario perjalanan Haji Rokiban pada prinsipnya naik kendaraan dari Mekkah sampai kembali ke Mekkah, yang secara garis besar dimulai dengan berkendaraan berangkat menuju ke Arofah, Wukuf di Arofah, berkendaraan menuju Muzdalifah dan Mabid di Muzdalifah, berkendaraan menuju ke Mina untuk melempar Jumroh Aqobah, dan terakhir berkendaraan menuju ke Masjidil Harom, Mekkan untuk melakukan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh. Secara detil, rangkaian perjalanan Haji Rokiban disajikan dalam beberapa poin berikut.
(2) Pada tanggal 8 Dzulhijjah berkendaraan dari Mekkah menuju ke Arofah dengan jarak kira-kira 15 km. Diperkirakan akan sampai di Arofah pada sore atau malam hari tanggal 8 Dzulhijjah (tergantung waktu berangkat dari Mekkahnya). Tanggal 9 Dzulhijjah, setelah Dhuhur sampai sore menjelang Waktu Sholat Maghrib, melakukan Wukuf di Arofah.
(3) Selesai Wukuf di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah masuk waktu Sholat Maghrib – perjalanan dilanjutkan dengan berkendaraan menuju Muzdalifah (dengan jarak sekitar 6-9 km) dan mabid di Muzdalifah hingga tengah malam atau dini hari pada tanggal 10 Dzulhijjah.
(4) Perjalanan langsung dilanjutkan dengan berkendaraan menuju ke lokasi kemah di Mina dan melempar Jumroh Aqobah. Diperkirakan sampai di lokasi Jumroh Aqobah pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah.
(5) Setelah melempar Jumroh Aqobah pada waktu dhuha, segera lukar dengan terlebih dahulu mencukur atau memotong rambut sebagai syarat untuk membatalkan JCH dari larangan ihrom (tetapi tidak harus cukur gundul dulu, bisa dilaksanakan belakangan!). Jika memungkinkan, dari lokasi Jamarot segera menuju ke Masjidil Harom, Mekkah dengan berkendaraan untuk melaksanakan Thowaf Haji yang digabung sekalian dengan Thowaf Ifadhoh. Sebagai alternatif, sehabis melempar Jumroh Aqobah JCH dapat langsung kembali ke lokasi tenda di Mina yang telah disediakan oleh maktab dan beristirahat di tenda.
(6) Bagi JCH yang memilih melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh sesudah melempar Jumroh Aqobah, harus diantisipasi agar segera kembali ke Mina dan sebelum waktu Sholat Maghrib atau maksimum sebelum waktu Sholat Isya sudah sampai kembali ke Mina (tanah halal). Rombongan JCH bisa menyewa kendaraan untuk kembali menuju ke Mina setelah melakukan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh.
(7) Bagi JCH yang memilih untuk kembali ke tenda di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka ada beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh JCH untuk melanjutkan kegiatan ibadahnya, yaitu:
(a) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 11 Dzulhijjah dan pada waktu sebelum Sholat Maghrib harus sudah kembali ke lokasi Jamarot untuk melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan).
(b) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 12 Dzulhijjah sesudah melempar pada hari kedua untuk Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan dilakukan sesudah waktu Sholat Dhuhur). Dalam hal ini JCH dapat mengambil nafar awal, sehingga sehabis Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh dapat langsung kembali ke hotel/pondokan di Mekkah.
(c) Melaksanakan Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh pada tanggal 13 Dzulhijjah sesudah melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah (ketiga-tiganya secara berurutan dilakukan sesudah waktu Sholat Dhuhur) pada hari ketiga. Dalam hal ini JCH dapat mengambil nafar akhir, sehingga sehabis Thowaf Haji dan Thowaf Ifadhoh dapat langsung kembali ke hotel/pondokan di Mekkah.
(8) Selama Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijah), JCH tetap harus mabid di Mina di waktu malam hari dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah pada waktu sehabis sholat Dhuhur. Bagi yang mengambil Nafar Awal maka kegiatan mabid dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah hanya dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah saja dan harus sudah keluar dari Mina sebelum waktu Sholat Maghrib sedangkan yang memilih Nafar Akhir maka kegiatan mabid dan melempar Jumroh Ulaa, Wustho, dan Aqobah dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Dalam tahun 1431 H (2010 M) perjalanan Haji Masyian dan Haji Rokiban menurut informasi dapat berjalan dengan sangat baik. Semoga di tahun-tahun yang akan datang juga akan dapat terlaksana dengan lebih baik lagi. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
PERJALANAN MASYIAN (TANAZUL): PERJALANAN MENUJU KE AROFAH
Alhamdulillah, setelah menunggu sekian lama akhirnya rangkaian ibadah haji berlanjut juga ke tahapan yang berikutnya. Hari ini hari Tarwiyah, tanggal 8 Dzulhijjah – merupakan hari persiapan untuk melaksanakan Wukuf di Arofah besok pada tanggal 09 Dzulhijjah 1431 H. Sesuai dengan rencana yang telah dimusyawarohkan, jama’ah calon haji dari Yayasan Multazam memutuskan untuk memilih program masyian (tanazul) dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 1431 H (2010 M) ini.
Dan diantara dua pilihan yang dapat dilakukan, maka JCH dari Yayasan Multazam memilih untuk tidak melakukan Thowaf Haji pada hari Tarwiyah tetapi akan langsung menuju ke Arofah. Thowaf Haji akan dilakukan nanti bersamaan dengan Thowaf Ifadhoh, yaitu setelah selesai Lempar Jumroh Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah nantinya. Berikut ini disampaikan beberapa catatan yang berkaitan dengan persiapan dan perjalanan dari Mekkah menuju ke Arofah yang dilakukan pada Hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah 1431 H).
Jama’ah warga LDII dari Bogor (13 orang JCH) plus dari Depok (1 orang JCH) yang kebetulan datang ke Mekkah sendirian, telah mandi jinabat, memakai pakaian ihrom, sholat sunnah 2 reka’at dan melafalkan niat haji sebelum sholat Ashr pada tanggal 8 Dzulhijjah 1431 H. Setelah sholat Ashr, rombongan bergerak ke lokasi di Hud untuk bergabung dengan warga LDII dari Kabupaten Bogor yang terpisah dengan rombongan yang lain (6 orang JCH) dan dengan muthowif/pemandu perjalanan (Bapak Kholid – Ides Jeddah dan Mas Zaka – Putra Cak Dawud) yang akan membimbing selama perjalanan masyian (tanazul).
Rombongan yang terdiri atas 22 orang JCH (13 orang dari Kota Bogor, 1 orang dari Depok, dan 6 orang dari Kab. Bogor, plus 2 orang pemandu perjalanan) berangkat dari lokasi Hud menuju ke Arofah setelah sholat Maghrib, pada pk. 18.30 malam. Perjalanan menuju ke Arofah yang jaraknya sekitar 15 km, ditempuh dengan melakukan 3x waktu istirahat (jarak tempuh @ 3-4 km sebelum beristirahat). Alhamdulillah, perjalanan menuju Arofah berjalan sangat lancar dan tanpa halangan apa-apa.
Di tengah perjalanan, setelah melewati Muzdalifah rombongan JCH dari Yayasan Multazam sempat menjumpai salah satu bentuk semangat bershodaqoh yang skalanya sangat menakjubkan bagi kami JCH dari Indonesia. Yang kami lihat adalah suatu lembaga atau organisasi memberikan shodaqoh makanan (roti dan kue serta minuman) yang ukurannya bukan ratusan atau ribuan kotak, tetapi satu bangunan pabrik penuh dengan makanan dan minuman yang akan dishodaqohkan. Baru pertama kali ini kami melihat orang bershodaqoh dengan magnitude yang sedemikian banyaknya. Selain makanan dan minuman, mereka juga menyediakan shodaqoh berkantong-kantong batu yang dapat digunakan untuk melempar jumroh nantinya.
Namun demikian, entah karena apa makanan (roll cake/lapis – gulung, mamoul/cookies dengan isi kurma, biskuit, orange juice dan satu botol air) yang disediakan tidak terlalu mengundang selera bagi JCH dari Multazam untuk mencicipinya. Menurut kami, hanya teh susu yang disediakan yang berhasil mengundang minat untuk mencicipi dan menghabiskannya. Mungkin karena lidah kami belum terbiasa dengan kue-kue ala Saudi tersebut yang membuat hilangnya selera JCH untuk menikmatinya.
Jika kami melakukan kilas balik perjalanan menuju ke Arofah pada hari Tarwiyah ini, maka ada beberapa catatan yang perlu disampaikan, antara lain:
(a) Pada saat berangkat dari hotel dan dari Hud, tidak semua JCH sempat makan sore/malam dengan menu utama nasi. Pada saatnya nanti, hal ini ternyata menjadi satu cobaan tersendiri setelah di Arofah dan dalam perjalanan selanjutnya.
Berdasarkan pengalaman musim haji tahun 1431 H (2010 M) disarankan kepada JCH pada saat sebelum berangkat ke Arofah, untuk makan sore/malam dengan menu nasi dan lauk-pauk secukupnya. Karena belum tentu di perjalanan akan menjumpai makanan ataupun kalau menjumpai, belum tentu sesuai dengan selera JCH. Padahal, diperlukan kesiapan fisik dan tenaga yang prima dalam perjalanan menuju ke Arofah serta pada tahapan-tahapan perjalanan berikutnya.
Ada baiknya membawa persediaan makanan yang membangkitkan selera makan sebagai bekal masing-masing JCH. Persediaan makanan yang siap santap dan sesuai selera masng-masing, dapat membantu menjaga stamina di perjalanan ketika tidak menjumpai makanan yang sesuai dengan seleranya. Selain itu, membeli makanan di jalanan juga berpotensi menimbulkan gangguan percernakan karena dikhawatirkan kurang higienis akibat banyaknya debu.
(b) Ada beberapa JCH yang tidak ingat tentang beberapa hal dasar yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi masing-masing, sehingga pada saat krisis hal ini berpotensi menjadi masalah. Sebagai contoh, air seharusnya menjadi kebutuhan dasar bagi masing-masing JCH yang pergi Masyian (Tanazul). Namun demikian, ketika diingatkan untuk membawa persediaan air paling tidak masing-masing 1.5 liter untuk kebutuhan pribadi, ternyata beberapa JCH beralasan nanti bawaannya menjadi berat dan mereka mengandalkan pesediaan air yang dapat diperoleh atau dibeli di jalan saja. Pada saatnya nanti, hal ini juga menjadi satu cobaan tersendiri bagi JCH dalam rombongan.
Berdasarkan pengalaman musim haji tahun 1431 H (2010 M), disarankan kepada JCH pada saat sebelum berangkat ke Arofah, untuk masing-masng membawa air atau minuman lainnya untuk keperluan pribadinya minimal 1-2 liter. Air atau minuman tersebut sangat diperlukan di perjalanan karena belum tentu menjumpai persediaan air. Rombongan JCH juga disarankan untuk membawa beberapa botol (ukuran 1-1.5 liter) atau jerigen (ukuran 5 – 10 liter) dalam keadaan kosong, yang dapat digunakan untuk menampung persediaan air ketika di Arofah nantinya.
(c) Bagi JCH yang masyian, disarankan untuk tidak membawa baju atau pakaian yang berlebihan. Hanya barang yang betul-betul diperlukan saja yang sebaiknya dibawa karena selain membebani juga dapat menimbulkan masalah ketika akan melaksanakan Lempar Jumroh Aqobah. Berdasarkan pengalaman musim haji tahun 1431 H (2010 M), satu stel pakaian (sebaiknya dari bahan yang ringan dan tidak terlalu tebal agar ringkas). Tambahan bagi JCH wanita, pakaian yang dibawa harus memenuhi kaidah berpakaian dan ringkas/ringan untuk dibawa. Handuk kecil sudah mencukupi untuk dibawa di perjalanan karena besar kemungkinan JCH tidak akan sempat mandi beberapa waktu.
(d) Bagi JCH yang masyian, disarankan untuk sudah berangkat dari lokasi Hud sesudah sholat Dhuhur atau segera sesudah sholat Ashr. Hal ini perlu dilakukan agar sampai di Arofahnya tidak terlalu malam. Dengan tiba di Arofah tidak terlalu malam maka akan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: (i) mempunyai kesempatan mendapatkan tempat berkemah yang dekat dengan lokasi WC dan tidak terlalu jauh dari tempat keluar dari Arofah menuju Muzdalifah pada besok harinya dan (ii) akan mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat di malam menjelang Wukuf pada besok siangnya.
Berdasarkan pengalaman musim haji tahun 1431 H (2010 M), pada pagi hari Tarwiyah sebaiknya semua keperluan masyian sudah selesai dipersiapkan dan di pak di ransel perjalanan. Segera beristirahat secukupnya setelah mengepak barang-barang keperluan masyian selesai dilakukan. Segera bergerak ke Hud setelah selesai sholat Dhuhur atau maksimum sudah ada di Hud sebelum sholat Ashr. Disarankan segera bergerak menuju ke Arofah jika semua anggota rombongan telah berkumpul dan guide/pemandu perjalanan telah siap. Jangan menunda-nunda keberangkatan atau saling tunggu antar anggota rombongan, karena perjalanan ke Arofah akan memakan waktu yang cukup panjang.
(e) Pada saat sampai di Arofah, rombongan JCH disarankan untuk berkemah di dekat Masjid Namiroh dan tidak usah bergabung dengan kemah rombongan ONH dari Indonesia yang ada di Arofah. Hal ini karena jarak dari Masjid Namiroh (tempat awal untuk keluar dari Arofah pada sore hari tanggal 9 Dzulhijjah, setelah selesai Wukuf) ke kemah JCH dari Indonesia relatif jauh (4-7 km). Daripada digunakan untuk menuju ke Masjid Namiroh dari kemah, waktu yang ada dapat dimanfaatkan untuk berdoa sebanyak-banyaknya pada saat Wukuf. Pada saat menjelang waktu Maghrib, JCH sudah harus bersiap keluar dari Arofah menuju ke Muzdalifah sehingga jika lokasi berkemah JCH makin jauh dari masjid Namiroh, maka JCH harus bubar dari Wukuf dan mempersiapkan diri lebih awal.
Demikianlah etape pertama perjalanan masyian dalam musim haji tahun 1431 H/2010 M telah diselesaikan. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
PERJALANAN MASYIAN (TANAZUL): SAMPAI DI AROFAH
Alhamdulillah, setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan bagi sebagian jama’ah calon haji (JCH) dari Yayasan Multazam, Kota Bogor, rombongan berhasil sampai di Arofah pada sekitar pk. 24.00 malam. Sebagian besar anggota rombongan JCH tergeletak kelelahan akibat perjalanan menuju ke Arofah selama kurang lebih enam jam. Sebagian kecil anggota rombongan membantu
mendirikan tenda sementara yang dapat memuat sekitar 15 orang. Di luar tenda, JCH rombongan dari Yayasan Multazam juga menggelar tempat tidur untuk sekitar 10 orang yang sekaligus digunakan sebagai pembatas dengan kemah JCH lainnya. Setelah melakukan orientasi lingkungan yang terkait dengan ke mana arah menuju ke WC dari tenda dan ke tenda dari WC, akhirnya warga JCH beristirahat untuk menyiapkan diri menjelang Wukuf esok harinya.
Posisi kemah di Arofah seingat kami adalah sebagai berikut: (a) dari arah Muzdalifah menuju Arofah, melewati Masjid Namiroh (posisi masjid ada di kanan rombongan), (b) Setelah melewati Masjid Namiroh, belok ke kanan menuju kompleks WC (yang posisinya ada di kanan kami), dan (c) kira-kira 75-100 m dari belokan awal, ada lapangan terbuka dengan sejumlah pepohonan – di lapangan inilah (kurang lebih 100 langkah dari jalan masuk ke dalam lapangan) rombongan JCH dari Yayasan Multazam memilih lokasi untuk berkemah.
Pada saat rombongan kami dari Yayasan Multazam sampai di lokasi perkemahan, di lapangan telah berdiri ribuan “kemah sementara” JCH yang berasal dari berbagai negara. Namun demikian, kondisi perkemahan sementara masih agak tersebar dan masih ada jarak antar kemah yang satu dengan kemah yang lain. Betapa terkejutnya kami ketika bangun dari tidur esok harinya, dan dengan bertambah siangnya hari, ternyata seluruh tempat yang malamnya masih merupakan ruang sela antar tenda, pagi harinya telah dipenuhi oleh tenda-tenda sementara dari JCH yang akan wukuf di Arofah. Yang malamnya merupakan jalan setapak untuk keluar masuk dari lokasi kemah ke lokasi lain (seperti ke WC), ternyata telah tertutup kemah atau tempat tidur sementara dari JCH. Sehingga jika kami keluar dari kemah ke tempat lain, ibaratnya harus melangkahi JCH yang sedang tidur atau tempat JCH tidur.
Potensi permasalahan yang muncul bukan hanya bagaimana mencari jalan keluar dari kemah ke WC misalnya, tapi juga mencari jalan kembali ke kemah dari WC. Kesulitan ini muncul karena tanda-tanda yang telah dihafal dimalam sebelum tidur telah sama sekali berubah. Alhamdulillah, sebagian besar JCH mampu menemukan kembali lokasi kemah berkat bendera rombongan pinjaman dari Hud (warna merah) dan yang dibawa dari Bogor (warna hijau), serta warna terpal (biru) dan kain sprei yang khas yang dibawa dari Indonesia. Meskipun demikian, salah satu JCH dari Kab. Bogor (Pak Sepuh – Husein), di pagi hari Arofah sempat kesasar dan bolak-balik di luar lokasi kemah karena tidak dapat menemukan jalan kembali ke kemah rombongan setelah selesai membuang hajad di WC. Alhamdulillah, saat menjelang waktu Wukuf, seorang JCH dari Kabupaten Bogor yang tergabung dalam rombongan lain secara tidak sengaja bertemu dengan beliau di jalan dan beliau di bawa ke kemah rombongan JCH tersebut. Selanjutnya, baru setelah masuk waktu Wukuf ada telpon dari JCH yang menemukan ke anggota rombongan JCH dari Yayasan Multazam (Bapak Bambang, JCH dari Kab. Bogor yang ada di rombongan kami) dan Pak Husein dijemput untuk dibawa bergabung lagi dengan rombongan JCH Kota Bogor. Yang bersangkutan maupun kami yang ada di kemah sempat khawatir dan yang bersangkutan terlihat kelelahan akibat berjalan bolak-balik untuk mencari lokasi kemah rombongan Kota Bogor.
Sebagai catatan tambahan – seharusnya dalam era teknologi saat ini, banyak gadget yang dapat digunakan untuk membantu menentukan titik lokasi tertentu di suatu tempat, misalnya GPS (baik sebagai gadget tersendiri atau bagian dari handphone). Gadget seperti GPS sangat membantu sekali untuk mencegah orang tersesat atau tidak bisa menemukan lokasi kemah sebagaimana yang terjadi pada Pak Husein. Ada baiknya gadget semacam GPS dijadikan sebagai salah satu peralatan yang dibawa oleh rombongan masyian dan ada baiknya jika memungkinkan – paling tidak ada satu GPS dalam setiap rombongan. Gadget GPS juga nantinya akan sangat membantu untuk mencari dan menemukan lokasi perkemahan di Mina.
Demikianlah ceritera lanjutan dari etape pertama perjalanan masyian dalam musim haji tahun 1431 H/2010 M. Moga-moga Alloh SWT paring manfaat dan barokah dan semoga informasi ini ada manfaatnya.
Oleh :Pak Dar
Bersambung…..