Rasulullah yang mendidik Ali Bin Abi Thalib dengan hafalan Al Qur’an sedari kecil. Menjadikan Ali remaja, tumbuh menjadi pemuda yang berani, tangguh, cerdas, namun tetap rendah hati.
Pondok pesantren Minhajurrosyidin, Pondok Gede, Jakarta Timur untuk kedua kalinya menggelar Halaqoh Akbar Tahfidzul Qur’an, Minggu (24/4), setelah yang pertama pada Januari lalu. Acara yang mempertemukan santri-santri halaqoh se-DKI Jakarta ini, diisi dengan materi mengenai keutamaan seorang penghafal Alquran dan penampilan para hafidz yang pernah mengikuti kejuaraan Musabaqoh Hafidzul Quran tingkat wilayah DKI Jakarta, serta para penghafal yang paling banyak hafalan suratnya.
Sejalan dengan target Tri Sukses pembinaan generasi penerus, bahwa setiap generasi muda LDII haruh memiliki kepahaman agama yang kuat, memiliki budi pekerti mulia, serta mandiri , juga diharapkan rutin mengaji dan menjadi penghafal Alquran. Tujuannya, agar generasi muda tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal buruk dan merusak dari pergaulan pemuda saat ini. Bahkan, memiliki kepribadian seorang ahli Quran. Pengajar Pondok Pesantren Wali Barokah Abdul Aziz Ridwan menggambarkan pribadi ahli Quran itu dengan profil sepupu yang juga menantu Nabi, Ali bin Abi Thalib.
Ali yang saat itu masih kecil, tidak takut menggantikan posisi Rasulullah untuk mengecoh orang kafir yang berniat membunuh Nabi. “Saat itu Ali percaya, bahwa Allah akan menolongnya. Padahal Ali berada diujung kematian,” tuturnya. Kepribadian itulah yang diharapkan menjadi pribadi-pribadi generasi masa kini. Generasi modern yang sangat kental dengan kecanggihan teknologi serta pergaulan tanpa batas.
Abdul Aziz Ridwan, memetakan hal hal agar setiap orang mau menghafal Quran; pertama, Alquran sebagai detak kehidupan. Artinya, sikap dan tingkah laku dipenuhi dengan nilai-nilai Alquran. Hal itu terlihat dari ketenangan jiwa yang dimiliki. Jelasnya, apa yang ada dalam suatu diri akan mengikuti Alquran.
Kedua, Alquran sebagai penjaga urusan, yaitu menjadi penyelamat dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan. Pengelola Tim Tahfid asal Kediri itu menegaskan, “Berpegangan pada jalannya Allah, juga berpegangan pada Allah. Melalui Alquran, kita akan selalu dijaga.” Ia juga menegaskan kepada para peserta Halaqoh Akbar Tahfidzul Qur’an yang hampir memenuhi masjid Minhajurrosyidin, surat Yunus ayat 57 bahwa Alquran adalah penyembuh penyakit yang ada di dalam dada sekaligus rahmat. Warga LDII supaya menghayati maknanya dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Yang ketiga, Alquran sebagai pembersih jiwa. Maksudnya dengan rutin membaca Alquran, jiwa dan karakter yang jelek akan dihilangkan. Menjadi budi pekerti yang luhur serta mencerminkan pemuda atau pemudi salih dan salihah. Terakhir, Alquran sebagai jalur keselamatan. Alquran lah yang membuat seseorang mendapat kesuksesan dunia dan akhirat.
Kekurangan Fisik, Tak Membatasi Menjadi Hafidzh
Salah satu santri halaqoh asal Cikarang, Abdu Samah (18), meski memiliki kekurangan tidak bisa melihat, namun semangatnya untuk menjadi seorang tahfidzul Quran sangat tinggi. Abdu Samah berhasilmenghafal hingga 10 juz dengan dukungan dan dorongan ibunya.
Tim Tahfid Qur’an dari Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri yang juga menjadi master ceremony hari itu, Abdul Fatah mengapresiasi kegigihan Abdu Samah. Ia mengatakan, “Asal ada kemauan keras, segala cobaan akan teratasi,” ujarnya.
Santriwan berprestasi lainnya yang patut dibanggakan, masih berusia 6 tahun namun berhasil menghafal 2 juz. Faiz, santriwan cilik asal Bandung itu termotivasi dari dorongan sang ibu yang menyemangatinya untuk menghafal. Karena itulah, di depan ratusan santriwan serta santriwati dan para guru pembimbing yang hadir, Faiz dengan berani membacakan surat Al-Mursalat, salah satu surat yang ia gemari.
Pemahaman Keutamaan Penghafal Quran
Zaman Nabi, Alquran belum berbentuk kitab seperti saat ini. Alquran disebarluaskan dan diajarkan melalui penyampaian dari para penghafal Quran. Saat itu, mereka tidak hanya menghafal suratnya,
namun juga pengertian ayat dan keterangannya. Mereka berjuang menyebarluaskan ajaran agama Allah melalui Nabi mereka, Muhammad SAW. Akhirnya Quran dibukukan, ditulis ulang dengan para penghafal Quran yang tersisa setelah sebelumnya peperangan, banyak penghafal Quran yang gugur di medan perang.
Abdullah Mas’ud, pemateri hari itu mengatakan, cara agar hafalan tetap terjaga, yakni yang pertama, memiliki tekad yang kuat. Terus mengulang bacaan tanpa lelah. Kemudian yang kedua, selalu ingat akan keutamaan orang yangmenghafal Quran. Terakhir, selalu semangat belajar dan menghafal, salah satu caranya adalah memilih teman yang baik. “Teman yang selalu mendukung aktivitas kita dan selalu menyemangati bila kita mulai bosan,” ujarnya.