Mengulang, membaca dan menderes lagi dalil – dalil bab hak suami dan istri, serasa semakin banyak ide – ide segar yang muncul – keluar. Mengalir begitu saja. Memenuhi benak dan menyeruak. Yang membuat diri ini semakin sadar bahwa masih banyak hal yang bisa diperbuat untuk meraih bahtera keluarga yang bahagia. Dalam hal ini saya teringat gandangan yang sering dibacakan oleh sebagian penyampai yang bersuara bagus sebelum membaca qur’an atau nasehat:
Wa khoiru jaliisu laa yumallu hadiitsuh, watardaduhu tazdaduhu fiihi tajammulan
Al-Quran adalah sebaik – baik teman duduk, dan mengulang – ulanginya akan semakin menambah kebaikan/kecantikan di dalamnya.
Rasanya saya mendapatkan apa yang disebutkan dalam gandangan itu, walau ini penilaian pribadi semata. Alhamdulilah, Allah paring ilham – ilham yang banyak, dan ini sebagian yang akan saya bagi dengan sedulur semua.
Wastaushuu bin-nisaa’i khoiron – kalimat inilah yang begitu menghentak pemahaman saya. Bagaimana tidak, sekali lagi dalil ini menunjukkan partisipasi aktif lelaki dalam membina dan membentuk keluarga bahagia. Bukan model berpangku tangan dan main perintah doang. Justru kejentelan seorang kepala rumah tangga, seyogyanya ditampilkan di sini. Yaitu memberikan contoh, perilaku, tindak – tanduk, tata karma dan bertutur kata.
Berikutnya concern saya tertuju pada kata khoiron. Mendalami lagi kalimat ini terbersit dua makna di dalamnya.. Pertama, khoiron dalam arti benar, baik dan berguna isi nasehatnya. Yang dinasehatkan dan diwasiatkan hal – hal yang baik saja. Hal – hal yang benar saja. Setidaknya seperti cerita ala Socrates berikut ini..
Seorang pria mendatangi Socrates, dan dia berkata, “Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman Anda?”
“Tunggu sebentar,” jawab Socrates. “Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin Anda melewati tiga saringan kecil. Saringan yang pertama adalah kebenaran. Sudah pastikah bahwa apa yang anda akan katakan kepada saya adalah sebuah kebenaran?”
“Tidak,” kata pria tersebut, “Sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda”.
“Baiklah,” kata Socrates. “Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. Hmm… sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu kebaikan. Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?”
“Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk”.
“Jadi,” lanjut Socrates, “Anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin kalau itu benar. Hmmm…baiklah Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, yaitu kegunaan. Apakah yang Anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?”
“Tidak, sungguh tidak,” jawab pria tersebut.
“Kalau begitu,” simpul Socrates, “Jika apa yang Anda ingin beritahukan kepada saya… tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya?”
Serendah – rendahnya, mungkin tiga hal itu yang perlu dijadikan acuan dasar katagori baik, terlepas dari kebenaran alquran dan hadits yang sudah kita mafhumi.
Sedangkan kedua, khoiron berarti baik dan benar cara menyampaikannya. Selain dalam tradisi kita kenal pait madu papan empan adepan, saya pikir ada satu hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama sebagaimana dicontohkan Allah dan Rasul dalam bernasehat. Yaitu berupa penawaran yang dalam kalimat atsarnya dimulai dengan: Alaa adullukum, alaa ukhbirukum, alaa atau semisalnya. Secara umum bisa kita artikan maukah, seperti maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik, maukah aku kabarkan, dsb.. Tentu dengan cara seperti ini akan mendapatkan respon yang lebih baik. Sebab bukan sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah kesadaran dan kesepakatan. Ada jeda waktu antara datangnya stimulus dengan responnya. Jadi isi dan cara, harus menjadi perhatian dalam berwasiat kepada wanita.
Dari Amir bin al-Ahwash al-Jusyami ra., bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada waktu haji wada’ setelah memuji dan menyanjung Allah, mengingatkan dan menasehati, “Ketahuilah, saling menasihatilah kalian kepada para wanita dalam kebaikan, karena sesungguhnya mereka adalah tawanan – tawanan (tanggungan) di sisi kalian, kalian sama sekali tidak memiliki apapun dari mereka selain itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. (Rowahu Ibnu Majah dan at-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shohih).
Dari Abu Huroiroh ra. ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Saling menasehatilah kalian mengenai perempuan, sebab perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kamu memaksa meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu membiarkannya maka ia tetap bengkok. Maka saling menasehatilah kalian dengan perempuan.’ (Rowahu al-Bukhari dan Muslim).
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah