Dengan maksud beroleh cinta dan kesyukuran yang lebih mendalam, akhir – akhir ini kami merasakan bahwa apa yang telah kami lakukan tidak sebanding dengan apa yang kami dapatkan. Baik kepada pasangan maupun Sang Pencipta. Allah benar – benar telah memberikan kepada kami pemberian yang tak terkira. Akan tetapi, kehidupan ibadah kami belum lagi memadai atau boleh dikatakan cukup untuk ukuran balasan dari itu semua. Sedangkan pasangan kami sudah memberikan segalanya buat saya, tetapi kadang kami minta lebih dan lebih lagi. Dalam hening kegalauan dan kerinduan seperti inilah, maka kami berupaya menemukan jalan terbaik untuk semuanya.
Sebagai pasangan kami termasuk pasangan yang komplet. Urusan anak, kami sudah dikaruniai 2 pasang. Padahal banyak pasangan yang masih sibuk berupaya mendapatkan momongan. Sebagai keluarga, kami diberi maisyah yang lancar, mempunyai karang – kurung, kendaraan dan hidup di tengah tetangga yang baik. Karunia yang sempurna, bukan? Namun sesuai dengan niat awal kami, bahwa berkeluarga adalah untuk menyempurnakan agama, maka kami terus berpacu untuk meningkatkan kualitas ibadah selagi bisa. Bukan lagi hanya masalah bersyukur dan terus bersyukur, tetapi lebih kepada bagaimana kami bisa mempersungguh meraih dan menjalankan kesyukuran itu dengan wujud ibadah yang nyata. Orang bilang tak boleh mati gaya. Tentunya yang lebih baik dari waktu ke waktu. Lebih punya greget. Tak kenal lelah, tak pernah merasa kalah – apalagi menyerah, dalam meraihnya.
Apalagi kalau bukan sepasang hadits di bawah ini yang begitu menggugah sanubari kami. Sebagai pasangan suami – istri, kami perlu “gencatan senjata” melupakan yang lain untuk menelisik perkara yang genting ini.
Dari Abu Huroiroh ra., dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan istrinya, jika istrinya menolak, maka dia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam lalu sholat dan membangunkan suaminya, jika suaminya menolak, maka dia memercikkan air ke wajahnya.” (Rowahu Abu Dawud).
Gundah – gulana. Galau. Perasaan ini benar – benar memenuhi dada setelah sekian lama menjalani kehidupan berumah tangga. Semoga tidak telat, walau baru merasakan dan memulainya lagi setelah mengarungi bahtera rumah tangga selama 16 tahun lamanya. Apa yang diperlukan lagi? Anak ada, rumah punya, pekerjaan tetap, penghasilan cukup. Cukuplah di siang hari untuk bekerja dan bermesraan dengan istri dan keluarga, maka ketika datang malam, mari giatkan bermesaraan dengan Kang Murbeng Dumadi. Ajaklah pasangan kita untuk menjalani ini semua. Jangan biarkan setan meraja lela setiap malamnya – mengencingi telinga kita semua – sehingga setiap malam terlewatkan tanpa bangun malam. Inilah bukti cinta sejati kita kepada pasangan. Bukan lagi materi. Tidak hanya menikmati indahnya bercinta di dunia saja, tetapi mari melanggengkan cinta itu ke alam sana.
Banyak pasangan yang terlena dengan kenikmatan berumah tangga; bercinta dengan pasangan, namun melewatkan kenikmatan malam yang lebih besar dari itu semua. Banyak pasangan yang merasa terpaku dengan pelayanan antar pasangan sehingga terlewat sholat malamnya, alih – alih sebagai bukti cinta dan ketaatan. Dan setelah 16 tahun, kami mereposisi dimana gerangan yang hilang perlu dihidupkan lagi. Kadang memang godaan datang begitu besarnya: penat, hasrat dan pelampiasannya, namun itu semua adalah kenikmatan yang sementara. Ada kenikmatan dan kebahagiaan abadi yang masih perlu dipersiapkan untuk diraih di sana nanti; surga.
Dari Abu Huroiroh dan Abu Said al-Khudri ra., berkata keduanya, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang lelaki membangunkan istrinya di waktu malam, lalu keduanya sholat, atau sholat dua rekaat keduanya, maka keduanya ditulis dalam kelompok laki – laki dan perempuan yang banyak ingat kepada Allah.” (Rowahu Abu Dawud).
Tak perlu banyak. Dan saya berani bertaruh, jika keadaan di atas bisa dilaksanakan, Allah pasti memberikan hal yang tak terduga karenanya. Bukan hanya kebahagiaan bisa mengerjakan sholat malam, bahkan kemesraan dan kecintaan pasangan akan lebih dan lebih lagi dengan kegiatan sholat malam seperti ini. Apa yang dikatakan kebahagiaan, tentu akan semakin terasa lahir batin. Lahirnya memiliki pasangan yang taat dan rajin ibadah. Batinnya selalu bercengkerama dengan Allah – kekasih sejati dibalik gelapnya malam. Biarkanlah siang bercumbu dengan dinamikanya dan kekasihnya, namun jadikanlah malam waktu bagi kita semua bergerilya menemui Kekasih abadi yang sebenarnya.
Sebagai kiat dan sedikit pelecut, dalam Kitab Shifah al-Shofwah yang ditulis Ibnu Al-Jauzi diceritakan kisah para salafus sholih tentang kebahagiaan menghidupkan sholat malamnya, dimana Riyah yang beristrikan Dzu’abah, berkata, “Saya menikah dengan Dzu’abah, dan apabila dia selesai mengerjakan sholat isya pada akhir malam, dia memakai wewangian dan mengenakan pakaian terbaiknya. Lalu dia mendatangiku seraya berkata, ‘Apakah engkau membutuhkanku?’ Apabila aku menjawab ya, maka dia akan bersamaku, tetapi jika aku menjawab tidak, maka dia akan berdiri dan melepas kembali pakaiannya, lalu dia membersihkan kedua kakinya dan mengerjakan sholat malam hingga menjelang subuh tiba.”
Tidak ada hak – hak yang hilang. Tidak ada kewajiban yang terbengkelai. Semua bisa seiring dan sejalan. Dan itu semua butuh kesungguhan kita untuk meraih dan melakoninya. Betapa indahnya, betapa bahagianya…!?
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah