UmmatOnline.Net—Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari menilai struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini tidak sehat. Seharusnya dana APBN itu lebih menitik beratkan kepada kesejahteraan rakyat.
”APBN yang sekarang ini dinilai tak layak, 60 persen yang ditujukan untuk anggaran rutin dinilai terlalu banyak. Sedangkan untuk pembangunan hanya 20 persen,” kata Hajriyanto pada Sarasehan Kebangsaan “Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Benegara” di Jakarta, Kamis (9/6).
Menurut dia, sebaiknya 60 persen APBN bisa dikurangi dan 20 persen untuk pembangunan bisa dinaikkan. “Untuk anggaran pembangunan 35 persen,” kata Hajriyanto pada sarasehan yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).
“Memang struktur APBN dari tahun ke tahun tidak sehat dalam kesejahteraan rakyat. Itukan 60 persen dari APBN itu dasar dulu ketika ada Rp130 triliun dan Rp170 triliun sampai APBN mencapai Rp300 triliun itu strukturnya sama saja tidak pernah berubah. 60 persen untuk anggaran rutin seperti gaji pegawai, pejabat negara, pejabat pemerintah, perjalanan, ATK, perkantoran dan sebagainya. 20 persen untk nyicil utang dan bunganya dan 20 persen untuk pembangunan,” paparnya.
Ia juga menyayangkan, ketika APBN tersebut telah mengucur menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), anggaran rutinnya malah naik mencapai 81 persen sedang sisanya itulah yang disalurkan ke rakyat. “Ketika sampai APBD anggaran rutin itu lebih tinggi dari 60 persen, rata-rata APBD itu mencapai 81 persen untuk provinsi dan kabupaten, untuk rakyat hanya 19 persen,” tuturnya.
Menurutnya, anggaran dengan struktur yang seperti ini tak akan mensejahterahkan rakyat. “Maka dari itu saya mengatakan bahwa omong kosong kita menyatakan akan mensejahtrakan rakyat, kalo strukturnya masih kayak gitu,” geramnya.
Maka dari itu, dia berharap dana APBN untuk kesejahteraan rakyat bisa dinaikan menjadi 40 persen dan mengurangi anggaran rutin termasuk biaya jalan-jalan pejabat pemerintah. “Harusnya anggaran untuk pembangunan diperbesar, APBN kita itu timpang selalu habis untuk rutin. Maka mulai tahun depan kalau kita serius dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan kesejahtraan sosial maka setidak-tidaknya jumlah anggaran rutin itu tidak boleh lebih dari 40 persen. Anggaran rutin semua harus dikurangin, termasuk gaji tunjangan, harus bnyak dihapuskan demi empati pejabat pemerintah, negara dan PNS,” tegasnya.
Hal ini harus dilakukan, menurut Hajriyanto, ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang masih banyak berada di garis kemiskinan. Para pejabat juga harus legowo memberikan sedikit anggaran rutinya untuk diberikan kepada rakyat.
“Untuk rakyat yang banyak berada pada garis kemiskinan harus ada kerelaan dan sikap legowo dengan untuk merubah APBN untuk diberikan pada rakyat, itu harus mutlak karena sudah waktunya,” katanya.
Menurutnya, perlakuan struktur 60-20-20 ini tak bisa berubah bila tak ada itikad baik dari pemerintah. Pasalnya RAPBN itu driancangkan oleh pemerintah. “Karena tidak ada political will untuk melakukan perubahan secara drastis dan seperti kita ketahui RAPBN itu diajukan pemerintah kemudian diajukan ke DPR, dari DPR lalu membahas untuk menyetujui atau tidak, kalau tidak setuju maka kembali ke APBN tahun lalu,” katanya.
Ia menegaskan bahwa political will itu sangat diperlukan untk melakukan perubahan ini. Karena jika tak ada political will tersebut maka kedepannya akan terus begini.”Oleh karena itu yg pertama harus punya political will dari pemerintah karena dia yg ajukan APBN. Karena misalnya tetap status quo dan statusnya seperti ini, kalo DPR menolak maka APBN akan kembali ke tahun lalu, sama saja artinya,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan, bahwa pihaknya juga telah menebarkan virus perubahan guna merubah struktur itu sehingga menjadi APBN yang pro rakyat.
“Kita sudah menebarkan virus-virus perubahan pada DPR agar betul-betul mengkaji sungguh-sungguh dan mengkaji secara benar struktur APBN kita sehingga menjadi APBN yang pro rakyat. Karena satu-satunya instrumen untuk memberikan kesejahteraan pada rakyat hanya APBN,” tukasnya.
Mitos
Di acara yang sama, pengamat politik Universitas Paramadina Jakarta Yudi Latief meminta negara tidak menjadikan Pancasila hanya sebagai mitos. “Pancasila jangan hanya dijadikan mitos saja, namun juga perlu di objektifikasi, didekatkan dengan realitas,” katanya.
Menurut dia, Pancasila sebagai pandangan hidup selama ini telah dicampakan oleh elit negara dan tidak lagi menjadi dasar dalam mengambil kebijakan. “Ada ketidak konsistenan, para elit selalu mengumbar kata pancasila sementara kebijakannya tidak berdasarkan falsafah Pancasila,” kata penulis buku.
Ia mencontohkan kebijakan ekonomi yang seharusnya sesuai konstitusi dan Pancasila, namun semakin lama justru semakin melenceng. “Pelaksanaan pasal 33 yang seharusnya menjadikan sumber daya alam sebagai alat untuk mewujudkan keadilan sosial, namun justru kini dikuasai asing,” jelas Yudi Latif. (kadar santoso)
sumber :http://www.ummatonline.net/struktur-apbn-tidak-layak