Sekarang istri saya baru nyadar, betapa tidak enaknya jika bertengkar dan berseteru dengan tetangga. Paling gak enak. Dunia menjadi rupek. Apalagi kalau rumahnya di RSSS, yang letaknya saling berhadapan. Ibaratnya, jadi susah nengok.
Mau gak mau, tetap akan sering ketemu. Wong pintunya cuma satu, dari depan doang. Keluar – masuk ya dari situ. Akhirnya salting – salah tingkah sendiri, demi menghindari perseteruan. Aneh, masuk rumah sendiri pakai clingak-clinguk. Semua ini hanya bagian kecil, akibat tidak menghormat tetangga.
Tetapi begitulah kehidupan. Kadang kalau belum mengalami sendiri, susah kalau sekedar diomongi. Walau sampai berbuih, tetap saja. Gak digugu. Suami gak dianggap. Diomongi suruh ngalah, gak digubris. Dibilangin sabar, malah kayak begundal. Disuruh istighfar, malah kebakar. Mulut tetap nerocos, kayak bendungan mau tumpah. Badan dan anggotanya dikuasai setan. Susah dikendalikan. Akhirnya nekat nglabrak. Ribut. Adu mulut; ba bi bu – ba bi bu…! Terus pulang kayak orang menang perang. Namun setelah sadar, berubah total.
Beberapa saat setelah hilang nyeselnya, sontak senyam – senyum sendiri. Kayak orang kesurupan, mengingat tindakan bodoh yang pernah dilakukan. Kata maaf pun hambar, sebab hati sudah kadung luka. Dan usaha mengembalikan suasana seperti semula tak bisa sepenuhnya. Pergaulan pun seperti ada yang kurang, terkesan saling menjaga jarak, membatasi gerak, walau sudah bertajuk damai. Hanya pelajaran dan pengalaman bertetangga saja yang membuat hidup, karena tetangga adalah hal yang utama.
Dari Abu Syuraih al-Khuzai, bahwasanya Rasululloh SAW bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (Rowahu Bukhory (5672), Muslim dalam bab al-Luqothoh (14), Abu Dawud (91), An-Nasa’i (401) At-Tirmidzi (809)).
Imam Nawawi dalam Syarah Hadits Arba’in menjelaskan bahwa pengertian tetangga itu ada empat. Pertama, orang yang tinggal serumah dengan kita. Kedua, orang yang menempel rumahnya dengan rumah kita. Ketiga, orang yang terletak 40 rumah di samping kita (kanan – kiri, depan dan belakang). Dan keempat, orang yang tinggal satu negeri bersama kita. Berikut dalil – dalilnya.
Allah berfirman: ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisaa: 36)
Dari Hasan bahwasanya dia ditanya tentang tetangga. Ia menjawab, ”40 rumah di depannya, 40 rumah di belakangnya, 40 rumah di sebelah kanannya dan 40 rumah di sebelah kirinya.” (Rowahu Bukhory fi Adabil Mufrod hadist no 109)
Allah berfirman; ”Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” (Al-Ahzab : 60)
Tetangga muslim yang dekat dan merupakan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu hak kekerabatan, hak keislaman dan hak ketetanggaan. Jika dia muslim dan bukan kerabat, maka dia punya dua hak, yaitu hak keislaman dan hak ketetanggaan. Sedangkan jika dia non muslim, maka dia mempunyai satu hak yaitu hak ketetanggaan.
Dari Aisyah r.a., bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sehingga aku menyangka mereka akan mendapat bagian warisan.” (R. Bukhory fi Adabil Mufrod hadits no 101).
Ayo muliakan tetangga kita. Jangan sakiti mereka. Dan hendaklah supaya selalu dihormati. Hiduplah penuh toleransi. Dan kalau perlu sedikit mengalah. Jika dirasa kurang, maka banyaklah mengalah. Sebab akhir yang menakutkan, apabila kalau sampai ”menyakiti” tetangga. Dari Abu Huroiroh r.a, bahwasanya Rasululloh SAW bersabda, ”Tidak akan masuk surga, seseorang yang tetangganya tidak tenang karena gangguannya.” (rowahu Bukhory fi adabil mufrod hadits no 121)
Nabi SAW pernah ditanya, ”Wahai Rasululloh, ada seorang perempuan sering bangun sholat malam, siangnya berpuasa dan gemar bersedekah, tetapi dia suka menyakiti tetangganya.” Rasululloh SAW menjawab, ”Tidak ada kebaikan baginya. Dia masuk neraka.” Mereka bertanya lagi, ”Wahai Rasululloh, ada lagi perempuan yang cuma sholat yang wajib – wajib saja dan bersedekah ala kadar kemampuannya, tetapi dia tidak suka menyakiti tetangganya.” Beliau SAW menjawab, ”Dia termasuk ahli surga.” (Rowahu Bukhory fi adabil mufrod hadits no 119).
Nah, kita semua punya tetangga. Di kehidupan ini potensi konflik akan selalu ada. Bisa dari anak, dari sikap, harta benda dan salah tanggap. Maka banyak diam adalah salah satu jawabnya. Dan satu lagi, hal penting yang harus dilakukan di dalam masalah tetangga ini yaitu berdoa agar kita bisa menjadi tetangga yang baik dan terhindar dari tetangga yang jelek.
Alloohumma innii a’uudzubika min yaumis suu’ wa min lailatis suu’, wa min jaaris suu’ fii daaril muqoomah – Ya Allah aku berlindung dariMu dari hari yang jelek, malam yang jelek dan tetangga yang jelek di dalam rumahMu yang tetap.
Semoga sudah bisa mengamalkannya. (pf)