Merauke (27/10). Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Lapangan Pemda Merauke telah Usai. Dengan bus pemda, Satgas Bhakti PMK segera bertolak ke Suta, sebuah wilayah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan Tugu 0 Kilometer yang berdiri kokoh. Di tempat ini Menkokesra Puan Maharani melanjutkan kegiatan seremonialnya.
Setelah Seremonial selesai, Satgas Bhakti PMK LDII memiliki agenda lain. Satgas hendak bersilaturahim ke Majelis Muslim Papua (MMP) sambil menyerahkan bantuan empat dus pakaian barokah dan perlengkapan salat serta tiga lembar karpet masjid. Wakil Ketua DPW LDII Papua Saefulloh bersama jajarannya sudah menjemput Satgas.
Rombongan bertolak menuju lokasi dengan Toyota Fortuner. Kendaraan APV ini salah satu kendaraan yang tepat untuk melibas jalanan Papua yang bertanah dan bergelombang. Tidak semua jalanan Papua teraspal. Ada yang beraspal, namun sebagian ada yang berlubang dan bergelombang. Maklum, jarak antar kota yang berjauhan menjadi salah satu kendala bagi masing-masing pemerintah daerah di Papua menjalankan pembangunan.
Sopir tampak menguasai medan jalan yang beraspal dan sesekali bertanah. Untuk menempuh lokasi tujuan yang berjarak 1 jam, mobil menempuh kecepatan 120 Km/JAM. Terkadang penumpang bagian belakang terangkat dari kursinya ketika mobil menghajar jalan yang bergelombang. Mobil berjalan begitu cepat karena bebas kemacetan dan kendaraan yang masih jarang. Baik truk maupun bus yang berkecepatan lambat di depan, turut memberikan jalan. Jalanan dua Arah menuju Suta – Merauke hanya memiliki dua bahu jalan.
Akhirnya Rombongan sampai di Masjid Baitul Animha yang juga masih satu wilayah Merauke, lokasi dimana pengurus MMP menjalankan aktivitasnya. Rombongan disambut hangat oleh Haji Abdul Awal Gipse salah satu pengurus MMP. Haji Abdul Awal Gipse sedikit bercerita mengenai Jamaahnya. Ada 300 Kepala Keluarga dengan 1.000 jamaah. Meski minoritas, ia mengakui warga Papua bagian Selatan yang lebih banyak dihuni Suku Marine sangat toleran.
“Secara adat suku Marine di sini sangat toleran menerima perkembangan kemajuan budaya. Di dalam suku Asmat, saudara muslim adat juga banyak. Kepada jamaah, daripada menggunakan istilah muslim adat dan muslim pendatang, kami menggunakan istilah muhajirin dan anshor sesuai dengan Nabi Muhammad,” ia bercerita.
MMP sebagai representasi dari warga Papua yang menganut agama muslim memiliki aktivitas pengajian tidak hanya di Merauke dan Asmat. Kegiatan pengajiannya bahkan sampai ke wilayah Urung, Kumbe, dan Hokaba yang mengayomi warga transmigran dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Haji Abdul Awal Gipse juga mengucapkan terimakasih kepada Satgas Bhakti PMK LDII karena telah memberikan bantuan pada saudara muslim di ujung Timur.
Ustad Fahmi salah satu Tim Bhakti PMK LDII meminta kepada Haji Abdul Awal Gipse, menitipkan warga LDII Merauke. “Harapan kami juga amanah dari saudara kami di pulau Jawa dan sebagai muslim kami bersaudara dan sudah seharusnya tidak ada masalah dengan kesukuan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Ketua DPW LDII Papua Saefulloh mengucapkan salam dari DPP LDII dan DPW LDII Papua untuk Haji Abdul Awal Gipse. Saefulloh yang sering diundang dalam kegiatan MMP dan juga salah satu pengurus Majelua Ulama Indonesia (MUI) Papua ini sedikit bercerita jika beberapa tahun lalu sedikit perbedaan antar umat muslim saja diperpanjang. Seperti pengucapan bismillah dikeraskan atau tidak saja dipermasalahkan. Hingga datang profesor dari ummul Qubro Mekah dalam suatu undangan membenarkan keduanya. Sekarang adalah saatnya era memahami.
“Kami adalah muslim. Apa yang bisa kami kerjakan bersama maka kami lakukan. Ibaratnya bagaikan bekerja didalam sekat kaca. Meski kita dipisahkan sekat kaca, tapi kita bisa tahu apa yang dikerjakan masing-masing,” ujar Saefulloh.
Islam itu berbeda beda, tapi dengan berbeda-beda umat Islam bisa bekerjasama. Maka sudah seharusnya umat Islam melangkah bersama demi kemajuan Islam.