Listrik masih menjadi masalah di Indonesia, permintaan listrik yang tinggi tidak dapat dipenuhi dengan cepat. Untuk mencegah kekurangan supply energi listrik, LDII mendorong warganya menggunakan energi baru terbarukan.
Kisah sukses warga LDII menggunakan energi tarbarukan terdapat di Kebun Teh Jamus, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di pabrik itu, warga LDII membangun listrik Mikrohidro. Mulanya perkebunan teh Jamus yang dimiliki Belanda tahun 1886 sudah memanfaatkan teknologi mikrohidro. Namun, perkebunan teh itu diabaikan ketika perkebunan teh tersebut dikelola oleh pihak swasta.
Setelah dikelola oleh PT. Candiloka Jamus, barulah mikrohidro dimanfaatkan kembali.
Direktur Utama (Dirut) PT Candiloka, Purwanto mengatakan pada awalnya setiap satu kilogram daun teh kering perusahaan harus mengeluarkan dana sebesar Rp1600 untuk biaya operasional. Setelah PT Candiloka menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), perusahaan hanya mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp860.
“Awalnya satu kilogram (daun teh) kering itu budgetnya berkisar Rp1600. Setelah ada pembangkit mikrohidro kedua itu turun menjadi Rp860,” ujar Purwanto. Agar pabrik dapat memanfaatkan energi baru terbarukan, pada tahun 2017 PT Candiloka kembali membangun satu unit PLTMH dengan kapasitas 50 kwh untuk menggantikan fungsi kayu bakar.
“Alhamdulillah dalam perkembangannya kita bisa menggantikan kayu bakar dengan listrik. Sehingga untuk biaya bahan bakar itu tidak lagi menggunakan kayu tapi memanfaatkan sumber daya air yang ada dengan membangun pembangkit mikrohidro” ujar Dirut PT Candiloka tersebut.
Mikrohidro di perkebunan teh Jamus mampu menghasilkan daya sebesar 250 Kwh. Selain digunakan untuk kebutuhan kebun teh, listrik dari PLTMH juga digunakan untuk penerangan jalan disekitar perkebuanan. Manfaat lain dengan adanya tenaga mikrohidro adalah aliran sungai dari turbin dapat dimanfaatkan untuk mengaliri kebun atau sawah.
Ir. Horisworo Adhi, seorang pegiat energi terbarukan mengatakan pembangunan tenaga mikrohidro di kebun teh Jamus relative lebih murah dibandingkan tempat lain. “Di Jamus secara umum tenaga kerja mudah, sumber daya pembangunan seperti pasir, batu, semen, besi relatif mudah didapat. Pembangunan PLTMH Jamus yang pertama tahun 2008 itu 100 kwh, biaya pembangunannya sebesar Rp1,6 miliar.
Pembangunan PLTMH yang kedua tahun 2010 lebih murah, karena yang dibangun hanya mechanical elektrikal saja, pekerjaan sipilnya hanya sedikit sekali,” ujar Ir. Horisworo Adhi. Perkebunan Jamus masuk dalam nominasi Kalpataru kategori pembinaan lingkungan hidup apada tahun 2004.
Pada tahun 2007, perkebunan teh Jamus juga dinobatkan sebagai pemenang kawasan wisata terbaik di area Jawa Timur. PLTMH di Jamus ini menjadi percontohan bagi perusahaan maupun pengembangan teknologi energi terbarukan agar Indonesia mampu mengurangi energi fosil yang menimbulkan pemanasan global.(laras/Lines)