Makassar (14/8). Direktorat Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polda Sulawesi Selatan menggelar acara tatap muka dan silaturahim di Aula LLDIKTI Wilayah IX, Kota Makassar, pada Rabu (14/8/2024). Kegiatan itu mengusung tema “Berkolaborasi Cegah Tangkal Bullying dan Peran Potmas Menuju Pemilukada Damai dan Demokratis di Wilayah Polda Sulsel”. Acara tersebut menghadirkan Ketua DPW LDII Sulsel, Abri, sebagai pembicara utama.
Abri menyampaikan materi dengan topik “Sosialisasi Peran Orsosmas dan Orang Tua dalam Mencegah dan Menangkal Bullying di Lingkungan Pemukiman, Lingkungan Kerja, dan Lingkungan Pendidikan.”
Dalam presentasinya, ia membahas secara mendalam tentang fenomena bullying, mulai dari definisi, dampak, hingga cara penanganannya. Menurutnya, bullying merupakan masalah serius yang tidak boleh dianggap remeh.
Abri mengungkapkan berdasarkan data global, sekitar 246 juta anak-anak dan remaja mengalami kekerasan dan penindasan di sekolah setiap tahunnya. Di Indonesia, data dari Federasi Serikat Guru Indonesia menunjukkan dalam rentang waktu Januari hingga Juli 2023, terdapat 16 kasus perundungan di sekolah. “Angka ini menunjukkan bahwa tingkat perundungan di lembaga pendidikan Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar Abri.
Ia juga menjelaskan berbagai jenis bullying yang umum terjadi, yaitu perundungan verbal, fisik, sosial atau relasional, serta perundungan daring. Lokasi terjadinya bullying pun beragam, mulai dari sekolah, lingkungan masyarakat, rumah, hingga dunia maya.
“Penting bagi orang tua dan guru untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, agar bebas dari bullying, karena sekali terjadi, siklus perundungan sulit diputus,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Abri mengidentifikasi empat ciri anak yang rentan menjadi korban bullying. “Di antaranya, anak yang dianggap berbeda secara fisik, anak yang kesulitan bersosialisasi, anak yang dipersepsikan lemah, dan mereka yang memiliki self-esteem rendah,” ujarnya.
Selain itu, Abri juga membahas dampak negatif bullying bagi korban, seperti masalah mental, gangguan tidur, penurunan prestasi, masalah kepercayaan, keinginan untuk balas dendam, dan masalah kesehatan lainnya.
“Tidak hanya korban, pelaku bullying juga berisiko mengalami dampak buruk, seperti gangguan emosi, kecanduan alkohol dan narkoba, kesulitan mendapatkan pekerjaan di masa dewasa, serta potensi menjadi pelaku kekerasan dalam lingkungan sosial dan rumah tangga. Untuk itu, pentingnya upaya pencegahan dan penanganan bullying yang lebih serius dan sistematis,” ujarnya.
Abri mengajak semua pihak untuk lebih peka dalam mencegah dan menangkal bullying, baik di sekolah maupun di lingkungan sosial, “Kami menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi tentang bullying serta dampaknya kepada seluruh elemen dalam institusi pendidikan,” ajaknya.
Abri juga menyoroti pentingnya pembinaan dan penyuluhan kesehatan mental siswa secara berkala, serta peningkatan resiliensi atau kemampuan beradaptasi dan bertahan pada siswa secara umum. Menurutnya, dengan langkah-langkah ini, diharapkan lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, dan lingkungan pendidikan dapat menjadi tempat yang bebas dari bullying.
“Bullying dapat terjadi pada siapa saja, namun juga dapat dihentikan oleh siapa saja. Oleh karena itu, mari kita wujudkan lingkungan yang bebas dari bullying,” pungkas Abri.