Ok, sekarang saya menyodorkan kata “umat Islam” dalam tulisan ini … artinya, mungkin sekarang kita akan batasi lagi komunitas basis tersebut sebagai umat dan umat-nya adalah umat Islam.
Sedikit menyimpang, ada Fakta kontekstual nan monumental manakala menyimak keprihatian para Umat Beragama Indonesia terhadap minimnya para tenaga, tokoh, cendikia, intelektual dengan kompetensi, kapabilitas, ‘militansi’ dan profesional dalam membumikan misi dan visi masing-masing agamanya. Roh keislaman, kekatolikan, keprostestanan, kehinduan dan kebudhaan mengalami erosi simultan. Itulah yang diakibatkan adanya kultur globalisasi yang dimaksud di atas, dimana keprihatinan tersebut bermula dari terputusnya proses kaderisasi.
Kembali lagi ke masalah Gerakan & Upaya Menghargai & Menyayangi Hidup, secara langsung dan tidak langsung, adanya kendala-kendala dan ketidakmampuan kita dalam meningkatkan derajat kehidupan umat, dimana jika kita garis bawahi lagi dalam bidang kesehatan umat, maka hal itu juga akan memutus proses kaderisasi, karena kualitas kesehatan insan yang rendah akan menurunkan secara signifikan produktivitas, semangat, militansi dan rutinitas beragama sekalipun dalam lingkungannya.
Nah, berarti …. Ada kepentingan tersendiri yang terkandung dalam kata Pemeliharaan Kesehatan Umat di atas. Karena ternyata, Pemeliharaan Kesehatan Umat berbanding Lurus dengan Kualitas Hidup Umat dimana di dalamnya terdapat unsur-unsur produktivitas, semangat, militansi & rutinitas beragama sebagai aktivitas krusial dalam Proses Regenerasi & Pengkaderan Umat. Right???
Katakanlah saya benar, pun bila saya salah, setidaknya, teori di atas berbasiskan informasi yang saya peroleh dari beberapa teori sosiologi, opini publik, penelitian, program pembangunan Indonesia dan artikel berita kondisi masyarakat pada umumnya.
Ada sebuah fakta lain yang sejak tahun 2009 dicermati oleh beberapa pihak. Salah satunya adalah bahwa kita tidak akan bisa melakukan Pemeliharaan Kesehatan Umat yang terpadu bila kita tidak membuat sebuah Karya Kesehatan untuk, dari dan oleh umat itu sendiri. Sebuah komunitas yang selama 25 tahun membangun Karya Besar Kesehatan dengan muatan Spiritual yang tinggi dan sukses besar, pada tahun 2009-2011 ini mengakui tidak mudah mempertahankan Karya tersebut untuk tetap besar yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan mental, spiritual dan fisik komunitas tersebut.
Apalagi bila kita mengandalkan kondisi pemeliharaan & pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia dimana hal itu sangat terkait masalah tentang hanya ada dua jenis rumah sakit, yakni rumah sakit profit dan non-profit. Ini menyulitkan, Sementara jaminan pemeliharaan kesehatan belum bisa menyentuh seluruh masyarakat Indonesia. Asuransi kesehatan dan Jaminan yang ada masih bersifat “nanggung”, bisa menjamin kalangan atas karena besarnya “premi” yang diberikan dan kalangan miskin karena adanya Askeskin. Tapi beberapa lapisan masyarakat yang tidak berada di Atas dan juga Tidak Miskin, tetap kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Karena tidak bisa memberikan Premi besar, namun tidak bisa mendapatkan pelayanan Gratis dari Askeskin. Well, itu jadi masalah tersendiri kan???