Mengenali potensi kecerdasan anak sejak dini penting untuk dilakukan guna mengetahui arah dan cara pengembangannya. Begitu kira-kira yang coba disampaikan Pramuka Satuan Komunitas Sekawan Persada Nusantara (Sako SPN) kepada para mubaligh-mubalighot Makassar Selasa (24/6).
Setidaknya ada delapan pengelompokan potensi dominan kecerdasan anak dalam kecerdasan majemuk (multiple intellegences). Sebut saja kecerdasarn lingustik, matematis logik, spasial, kinestetik jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, serta naturalis dalam kelompok tersebut. Pengelompkan potensi kecerdasan anak tersebut penting untuk diketahui pendidik seperti mubaligh-mubalighot guna memudahkan proses pendidikan dan arah pengasahan potensinya.
Menurut Ikhwan Hadi, peserta Ekspedisi Bhakesra, lambatnya santri didik dalam memperoleh pemahaman dan penjelasan materi umumnya lebih disebabkan salahnya metode penyampaian yang diberikan oleh pendidik.Karakter-karakter tersebut yang menurutnya perlu dipahami terlebih dahulu.
Ikhwan mencontohkan anak yang memiliki kecerdasan kinestetik jasmani yang dominan akan terlihat sangat aktif saat di kelas. Hal ini kerap kali merepotkan staf pendidik. Dirinya yang juga staf pengajar di salah satu MAN di Cilegon ini memiliki tips tersendiri cara menghadapinya, yaitu dengan cara membiarkan energinya yang besar terlepas sebelum siswa tersebut memasuki kelas. seperti membiarkannya bermain bola atau berlatih ketangkasan tinju dengan samsak. Hal ini akan mengurah energinya sehingga ketika di dalam kelas energinya tidak meluap untuk melakukan hal yang negatif.
Ikhwan menambahkan selain kesalahan memahami potensi kecerdasan anak, kesalahan kerap terjadi saat pendidik memulai kegiatan belajar. Kegiatan belajar (mengaji) kerap dimulai dengan aktivitas yang tidak menyenangkan seperti marah-marah atau membentak santri. Meskipun bertujuan untuk menertibkan santri, metode ini menurutnya tidak efektif diterapkan.
Untuk dapat membangun interaksi yang baik, menurutnya permulaan pengajaran harusnya diawali dengan kegiatan yang menyenangkan sehingga gelombang alfa di otak anak dapat bekerja. Diharapkan dengan demikian anak akan lebih fokus dan materi selanjutnya dapat disampaikan dengan baik.
Pendidik juga dapat sesekali mengajak anak untuk berdiskusi materi ajar apa yang diinginkan oleh anak. Selanjutnya anak diajak untuk bertanggung jawab atas hasil diskusi yang diputuskannya. Setalah kontrak belajar telah disepakati, barulah diterapkan sistem hadiah dan hukuman.
Di akhir sesi materinya Ikhwan dan kawan-kawan Tim Ekspedisi Bhakesra memberikan contoh ice breaking guna mendukung kegiatan belajar di kelas. Meskipun mulanya peserta terlihat salah mengikuti gerakan yang dicontohkan, namun perlahan mereka dapat mengikutinya dengan baik.
Fauzan salah satu pengajar di Masjid Raudhotul Jannah merasa senang mendapatkan materi metode pendidikan seperti ini. Dirinya mengaku menjadi mengetahui cara untuk menghadapi santri yang dominan kinestetik dan matematik logis yang kerap menjadi masalah di kelasnya. “Saya jadi tahu bahwa sebelum memulai mengaji kita harus bisa mengambil hati anak terlebih dahulu,” ujar Fauzan.
Senada dengan Fauzan, Supriadi yang merupakan Ketua PPM Raudhotul Jannah sekaligus Ketua Komite SDIT Budi Utomo Makassar ini mengaku sangat antusias mendapatkan materi yang diberikan. Menurutnya selain pendidik orang tua juga perlu mengetahui hal tersebut, sehingga orang tua tidak membandingkan kemampuan anaknya dengan kakak, adik atau anak lainnya. Pihaknya menilai informasi tersebut sangat penting untuk disebarkan di lingkungannya yang kerap masih menggunakan metode konfensional. (Bahrun/Lines)